Dalam industri fashion, ada dua istilah yang sering digunakan yaitu fast fashion dan slow fashion. Istilah ini terbentuk karena adanya perubahan gaya hidup di masyarakat.
Fast Fashion merupakan konsep pergantian mode dalam kurun waktu tertentu yang terjadi sangat singkat dan biasanya menyesuaikan tren yang sedang populer, pakaian yang up to date yang mengambil contoh/ide dari selebriti atau peragaan busana dan mengubahnya menjadi pakaian di toko-toko dengan permintaan yang tinggi dari para pembeli. Tujuannya adalah supaya style terbaru cepat berkembang di pasaran sehingga konsumen masih mendapatkan hingar bingarnya tren terbaru dan efeknya keuntungan untuk industri fashion tersebut. Tapi apabila sudah lewat trennya, seakan pakaian tersebut sudah tidak layak digunakan lagi, sehingga membuat konsumen harus membeli pakaian dengan style up to date. Fast Fahion dibuat dengan kualitas bahan yang rendah dan dijual dengan harga yang murah.
Slow Fashion merupakan kebalikan dari fast fashion. Sedangkan slow fashion lebih meningkatkan kualitas produk dan pemakaian yang lebih lama. Esensi dari slow fashion adalah produksi pakaian yang ramah lingkungan. Tapi pastinya tetap lebih hemat, bila kita tidak mudah tergoda pada marketing penjualan dari industri fast fashion. Meski harganya lebih mahal, slow fashion mendukung pembuatan atau penciptaan pakaian berdasarkan kualitas dan daya tahannya yang lebih lama.
Secara pribadi, saya lebih menyukai slow fashion melihat dari dampak yang cukup besar dalam kerusakan lingkungan yang disebabkan dari fast fashion. Bahan kain fast fashion yang sangat memberi efek besar pada lingkungan adalah serat kimia, seperti poliester. Pasalnya, serat-serat tersebut terbuat dari minyak mentah yang mengeluarkan karbon dioksida dalam jumlah besar selama produksi. Selain itu, pengaruh siklus produksi yang semakin pendek dan waktu pengiriman yang semakin cepat, akhirnya membuat para karyawan dituntut untuk bekerja lebih cepat dua kali lipat.



Comments
Post a Comment